Melatih Siswa SD Gemar Membaca dan Menulis Cegah Bosan, Ajak Murid Baca di Rooftop
Membaca dan menulis membutuhkan pembiasaan. Dengan berbagai cara, pihak sekolah melatih siswa agar terbiasa melakukan hal itu. Sebagai bentuk reward, hasil karya siswa diterbitkan menjadi buku dan majalah.
NARASWARI Dite dan Rayya Aliya Yudistiro berkesempatan menyampaikan story telling di hadapan rekan-rekannya Senin (5/6). Kegiatan penunjang literasi tersebut berlangsung di perpustakaan SD Vision School, Waru. Saat itu, Rayya bercerita tentang pengalamannya berlibur ke Malang awal bulan ini. Sementara itu, Naraswari mendongengkan cerita kelinci.
Keduanya sangat ekspresif dalam bercerita. Mimik wajah dan gerakan tangan turut mendukung cara mereka bercerita. Siswa lainnya pun hanyut dalam cerita yang dibawakan.
NARASWARI Dite dan Rayya Aliya Yudistiro berkesempatan menyampaikan story telling di hadapan rekan-rekannya Senin (5/6). Kegiatan penunjang literasi tersebut berlangsung di perpustakaan SD Vision School, Waru. Saat itu, Rayya bercerita tentang pengalamannya berlibur ke Malang awal bulan ini. Sementara itu, Naraswari mendongengkan cerita kelinci.
Keduanya sangat ekspresif dalam bercerita. Mimik wajah dan gerakan tangan turut mendukung cara mereka bercerita. Siswa lainnya pun hanyut dalam cerita yang dibawakan.
”Belajar dengan story telling ini rutin kami lakukan di perpustakaan,” terang Haryanto, pustakawan SD Vision School. Tujuannya, melatih siswa agar berani menyampaikan isi buku yang mereka baca. Semakin lancarnya cerita yang disampaikan menunjukkan bahwa mereka memahami buku yang dibaca. ”Kegiatan ini merangsang siswa supaya mau membaca. Sebab, mereka tidak ingin malu dan tidak paham saat giliran story telling,” jelasnya.
Pada momen tertentu, siswa diminta membuat ulasan dari setiap buku yang mereka baca di perpustakaan. Jenis bukunya bebas. Latihan tersebut juga menjadi cara agar siswa terbiasa menulis. Lama-kelamaan, tulisan mereka lebih tertata. ’’Setelah tulisan dikumpulkan, pustakawan membantu mengecek tulisan siswa,’’ ucap Haryanto. Setiap tulisan akan dievaluasi. Selanjutnya, hasil evaluasi disampaikan kembali kepada anak didik. Saat proses menulis, siswa juga didampingi.
”Biar lebih variatif, terkadang siswa diajak menonton film di perpustakaan. Lalu, latihan menuliskan inti dari film yang mereka tonton,” imbuh pria asli Nusa Tenggara Barat itu.
Agar kegiatan menulis dan membaca tidak membosankan, pihak sekolah menggelar perpustakaan dadakan pada hari-hari tertentu. Pada momen tersebut, buku di perpustakaan dibawa ke sejumlah titik di sekolah. Siswa bisa membaca dengan suasana baru. ”Misalnya, kami bawa buku ke rooftop atau ke depan sekolah. Siswa bisa baca buku di sana,” ujar Haryanto.
Hal itu berlaku bagi seluruh siswa. Khusus siswa yang punya minat khusus dalam menulis, SD Vision School mempersilakan mereka mengikuti ekstrakurikuler (ekskul) yang bernama Membaca dan Menulis Buku (MMB).
Seluruh anggota MMB dilatih cara menulis buku. Kumpulan tulisan mereka dicetak dalam bentuk buku dan diterbitkan secara luas. ”Kami pernah menerbitkan buku karya siswa yang berjudul The Sun Flower in Paris,” tutur Yunus Achmadi, guru pembina ekskul MMB. Buku tersebut berupa antologi cerpen setebal 104 halaman yang diterbitkan Alif Gemilang Pressindo.
”Biasanya, kami melatih siswa menuliskan pengalaman pribadi,” kata Yunus. Dengan begitu, siswa tidak sulit mencari ide tulisan. Sebab, yang mereka tulis adalah pengalaman pribadi. Alur, detail, suasana, dan penokohannya tergambar jelas dalam benak mereka.
Murid juga bisa menuliskan hasil imajinasi atau hal-hal yang pernah mereka dengar. Baik dari cerita orang maupun dari buku yang dibaca. ’’Yang penting, rutin menulis. Setiap hari, harus ada yang ditulis,’’ imbuh Yunus. (uzi/c18/ai)
Pada momen tertentu, siswa diminta membuat ulasan dari setiap buku yang mereka baca di perpustakaan. Jenis bukunya bebas. Latihan tersebut juga menjadi cara agar siswa terbiasa menulis. Lama-kelamaan, tulisan mereka lebih tertata. ’’Setelah tulisan dikumpulkan, pustakawan membantu mengecek tulisan siswa,’’ ucap Haryanto. Setiap tulisan akan dievaluasi. Selanjutnya, hasil evaluasi disampaikan kembali kepada anak didik. Saat proses menulis, siswa juga didampingi.
”Biar lebih variatif, terkadang siswa diajak menonton film di perpustakaan. Lalu, latihan menuliskan inti dari film yang mereka tonton,” imbuh pria asli Nusa Tenggara Barat itu.
Agar kegiatan menulis dan membaca tidak membosankan, pihak sekolah menggelar perpustakaan dadakan pada hari-hari tertentu. Pada momen tersebut, buku di perpustakaan dibawa ke sejumlah titik di sekolah. Siswa bisa membaca dengan suasana baru. ”Misalnya, kami bawa buku ke rooftop atau ke depan sekolah. Siswa bisa baca buku di sana,” ujar Haryanto.
Hal itu berlaku bagi seluruh siswa. Khusus siswa yang punya minat khusus dalam menulis, SD Vision School mempersilakan mereka mengikuti ekstrakurikuler (ekskul) yang bernama Membaca dan Menulis Buku (MMB).
Seluruh anggota MMB dilatih cara menulis buku. Kumpulan tulisan mereka dicetak dalam bentuk buku dan diterbitkan secara luas. ”Kami pernah menerbitkan buku karya siswa yang berjudul The Sun Flower in Paris,” tutur Yunus Achmadi, guru pembina ekskul MMB. Buku tersebut berupa antologi cerpen setebal 104 halaman yang diterbitkan Alif Gemilang Pressindo.
”Biasanya, kami melatih siswa menuliskan pengalaman pribadi,” kata Yunus. Dengan begitu, siswa tidak sulit mencari ide tulisan. Sebab, yang mereka tulis adalah pengalaman pribadi. Alur, detail, suasana, dan penokohannya tergambar jelas dalam benak mereka.
Murid juga bisa menuliskan hasil imajinasi atau hal-hal yang pernah mereka dengar. Baik dari cerita orang maupun dari buku yang dibaca. ’’Yang penting, rutin menulis. Setiap hari, harus ada yang ditulis,’’ imbuh Yunus. (uzi/c18/ai)
SUMBER :jawapos.com
Tidak ada komentar: