Lolos Pendanaan PKM Berkat Kebo-Keboan
Ide meneliti ritual adat Kebo-Keboan bagi masyarakat suku Osing di kabupaten Banyuwangi digagas oleh sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Keempat mahasiswa FISIP tersebut, yaitu Muhammad Yaumal Yusril, Piping Tri Wahyuni, Dian Rizkita Puspitasari, dan Leny Yulyaningsih. Mereka menuangkan penelitian itu dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian sosial humaniora (PKM-SH) yang berjudul Ritual Adat Kebo-keboan Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Nilai Budaya Oleh Petani Penghayat Kepercayaan di Suku Osing Banyuwangi.
Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKM-SH yang diketuai Muhammad Yaumal Yusril ini berhasil lolos, sehingga meraih pendanaan penelitian dari Dirjen Dikti dalam PKM tahun 2016.
Ritual adat kebo-keboan merupakan salah satu dari beragamnya ritual atau upacara adat tradisional, baik yang secara keagamaan maupun kepercayaan leluhur yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing masyarakat pendukungnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman budaya telah menunjukkan masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, dan salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah beraneka ragam ritual dan upacara adat tadi.
Muhammad Yaumal Yusril mengatakan, dalam menjaga tradisinya itu masyarakat asli Desa Alas Malang dan Aliyyan selalu mengadakan ritual ini secara turun-temurun setiap tahun yang bertepatan pada bulan Suro atau Muharam. ’’Warga setempat sangat antusias dalam melaksanakan upacara adat ini, bahwa warga asal dua desa itu yang tinggal di luar daerah, bahkan luar Jawa, rela untuk pulang ke Banyuwangi untuk mengikuti proses ritual kebo-keboan, walau pun secara materi tidak memperoleh (materi) apa-apa,’’ ujar Yaumal Yusril.
Warga desa tradisi juga sadar untuk melakukan regenerasi untuk melestarikan budaya ini. Mereka pun mendirikan lembaga adat secara terstruktur. Regenerasi itu dinilai berhasil, salah satu tolok ukurnya, orang-orang muda sangat menginginkan untuk menjadi pelaku upacara adat kebo-keboan itu, karena dengan menjadi pelakunya maka kaum muda osing berharap imbalan berupa kenikmatan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah.
Tingginya kepercayaan masyarakat untuk melestarikan tradisi adat kebo-keboan inilah yang membuat kami tertarik menelitinya untuk menelusuri lebih dalam akan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut,” imbuh Yaumal Yusril. (ina/JPG)
SUMBER :jawapos.com
Keempat mahasiswa FISIP tersebut, yaitu Muhammad Yaumal Yusril, Piping Tri Wahyuni, Dian Rizkita Puspitasari, dan Leny Yulyaningsih. Mereka menuangkan penelitian itu dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian sosial humaniora (PKM-SH) yang berjudul Ritual Adat Kebo-keboan Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Nilai Budaya Oleh Petani Penghayat Kepercayaan di Suku Osing Banyuwangi.
Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKM-SH yang diketuai Muhammad Yaumal Yusril ini berhasil lolos, sehingga meraih pendanaan penelitian dari Dirjen Dikti dalam PKM tahun 2016.
Ritual adat kebo-keboan merupakan salah satu dari beragamnya ritual atau upacara adat tradisional, baik yang secara keagamaan maupun kepercayaan leluhur yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing masyarakat pendukungnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman budaya telah menunjukkan masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, dan salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah beraneka ragam ritual dan upacara adat tadi.
Muhammad Yaumal Yusril mengatakan, dalam menjaga tradisinya itu masyarakat asli Desa Alas Malang dan Aliyyan selalu mengadakan ritual ini secara turun-temurun setiap tahun yang bertepatan pada bulan Suro atau Muharam. ’’Warga setempat sangat antusias dalam melaksanakan upacara adat ini, bahwa warga asal dua desa itu yang tinggal di luar daerah, bahkan luar Jawa, rela untuk pulang ke Banyuwangi untuk mengikuti proses ritual kebo-keboan, walau pun secara materi tidak memperoleh (materi) apa-apa,’’ ujar Yaumal Yusril.
Warga desa tradisi juga sadar untuk melakukan regenerasi untuk melestarikan budaya ini. Mereka pun mendirikan lembaga adat secara terstruktur. Regenerasi itu dinilai berhasil, salah satu tolok ukurnya, orang-orang muda sangat menginginkan untuk menjadi pelaku upacara adat kebo-keboan itu, karena dengan menjadi pelakunya maka kaum muda osing berharap imbalan berupa kenikmatan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah.
Tingginya kepercayaan masyarakat untuk melestarikan tradisi adat kebo-keboan inilah yang membuat kami tertarik menelitinya untuk menelusuri lebih dalam akan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut,” imbuh Yaumal Yusril. (ina/JPG)
SUMBER :jawapos.com
Tidak ada komentar: