Kawal Transparansi Jalur Mitra Warga, PPDB SMP Pantang Ada Titipan
Penetapan kuota minimal 5 persen penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur mitra warga jenjang SMP oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya ditanggapi berbagai pihak. Penentuan kuota tersebut dianggap berpotensi melanggar transparansi mekanisme PPDB yang telah dibuat.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti menyebut, penetapan kuota minimal bagi siswa miskin tersebut sebenarnya sah-sah saja dilakukan oleh dispendik. Dengan kuota minimal, dispendik bisa menampung lebih banyak siswa miskin yang belum mendapat sekolah.
Namun, jalur tersebut menjadi masalah karena tidak ada transparansi yang jelas dalam proses penerimaannya. PPDB tahun lalu misalnya. Beberapa laporan menunjukkan, jalur mitra warga dimanfaatkan oleh banyak oknum kelompok tertentu untuk memasukkan siswa ke sekolah.
Dari kunjungan ke beberapa sekolah, Reni menemukan jumlah siswa yang diterima pada jalur mitra warga umumnya cukup banyak. Lebih dari 5 persen. ”Bahkan, beberapa guru saat ditanya bilang kepada saya bahwa untuk jalur mitra warga itu, ada yang resmi dan tidak resmi,” terangnya. Ironisnya, dari keterangan sang guru tersebut, jalur tidak resmi mitra warga lebih banyak jika dibandingkan dengan yang resmi.
Selama ini, ada dua pola jalur mitra warga yang terlihat di setiap sekolah. Pertama, jalur mitra warga yang diseleksi langsung oleh setiap sekolah. Pada jalur tersebut, biasanya sekolah sudah menetapkan 5 persen kuota mitra warga. Sementara itu, untuk jalur kedua, mekanisme seleksi tidak melibatkan campur tangan sekolah. ”Biasanya, inilah yang mereka sebut tidak resmi,” terangnya.
Untuk PPDB tahun ini saja, Reni mengungkapkan sudah mendapat beberapa SMS dari warga yang meminta bantuannya. ”Mereka curhat ke saya barangkali bisa membantu memasukkan anaknya ke SMP tertentu,” terangnya.
Untuk itu, Reni menyarankan dispendik untuk memperjelas peraturan minimal kuota 5 persen tersebut. Jika ada penambahan jumlah peserta mitra warga, pendaftaran itu harus dilakukan secara transparan. Dengan demikian, semua warga bisa mengawasi dengan mudah.
Pemkot dalam hal ini juga harus bertanggung jawab menyelenggarakan mekanisme PPDB yang jelas. Yakni, objektif, transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif. Dengan demikian, semua hak warga kota terpenuhi tanpa terkecuali.
Penambahan kuota mitra warga di atas daya kapasitas sekolah tersebut diamini salah seorang pengajar di SMPN wilayah selatan. Menurut dia, praktik itu terjadi pada PPDB jalur mitra warga dua tahun terakhir.
Di sekolahnya, kuota PPDB mitra warga pada waktu itu sebenarnya hanya sekitar 15 siswa. Namun, jumlah tersebut membeludak setelah PPDB ditutup dan sekolah bersiap untuk menyelenggarakan kegiatan belajar. ”Ada tambahan satu kelas. Siswa jalur mitra warga,” ucapnya kepada Jawa Pos.
Pengawas Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) Zulfery Yusal Koto membenarkan adanya praktik tambahan kuota PPDB jalur mitra warga tersebut. ”Mengenai hal ini, saya telah sampaikan ke dispendik,” tutur pria 46 tahun itu.
Untuk menangkal pelanggaran tersebut, transparansi pendaftaran mitra warga tambahan sangat penting dilakukan oleh dispendik. Jalur pendaftaran harus dibuka seluas-luasnya seperti jalur umum, reguler, dan prestasi.
Melalui mekanisme tersebut, kecurigaan masyarakat mengenai jalur mitra warga sebagai jalur titipan perlahan akan pudar. Tidak hanya itu, melalui transparansi, dispendik juga bisa menolong lebih banyak siswa tidak mampu untuk bersekolah. ”Tidak ada yang melarang penambahan kuota siswa miskin. Yang penting, jalur tersebut harus jelas,” tuturnya.
Koordinator Bidang Pendidikan Ombudsman Jatim Vice Admira Firnaherera mengungkapkan bahwa saat ini ombudsman belum menemukan pelanggaran mengenai jalannya penerimaan siswa jalur mitra warga. ”Kami belum menerima laporan pelanggaran soal jalur tersebut,” ungkapnya.
Untuk menghindari pelanggaran pada jalur mitra warga, dispendik bisa mencontoh mekanisme PPDB jalur prestasi yang mereka buat. Di jalur prestasi, dispendik telah membuat kolom laporkan untuk membantu menyeleksi siswa berprestasi dengan melibatkan warga. Mekanisme tersebut bisa juga dilakukan di jalur mitra warga. Tujuannya, warga bisa mengawasi. Mana siswa yang layak dan tidak di jalur tersebut.
Dispendik Tidak Bikin Kuota Tambahan
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dispendik Surabaya Sudarminto mengatakan, tidak ada penambahan kuota untuk siswa mitra warga di SMP negeri. ”Negeri tetap menerima mitra warga sebanyak 5 persen. Tidak ada kuota tambahan,” terangnya.
Sementara itu, bagi siswa miskin yang tidak diterima SMP negeri, dispendik akan mengarahkan mereka untuk mendaftar ke sekolah swasta. Jumlah yang diterima bisa lebih dari 5 persen.Untuk kuota jalur mitra warga di SMP swasta tersebut, biaya juga akan ditanggung melalui Pemkot Surabaya. Pembiayaan itu dilakukan dengan mekanisme bantuan operasional pendidikan daerah (bopda). SMP swasta wajib menerima sistem itu karena pembiayaan mereka juga disumbang pemkot. ”Dengan sistem ini, semua siswa miskin bisa bersekolah,” terangnya.(elo/c6/c11/git).
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti menyebut, penetapan kuota minimal bagi siswa miskin tersebut sebenarnya sah-sah saja dilakukan oleh dispendik. Dengan kuota minimal, dispendik bisa menampung lebih banyak siswa miskin yang belum mendapat sekolah.
Namun, jalur tersebut menjadi masalah karena tidak ada transparansi yang jelas dalam proses penerimaannya. PPDB tahun lalu misalnya. Beberapa laporan menunjukkan, jalur mitra warga dimanfaatkan oleh banyak oknum kelompok tertentu untuk memasukkan siswa ke sekolah.
Dari kunjungan ke beberapa sekolah, Reni menemukan jumlah siswa yang diterima pada jalur mitra warga umumnya cukup banyak. Lebih dari 5 persen. ”Bahkan, beberapa guru saat ditanya bilang kepada saya bahwa untuk jalur mitra warga itu, ada yang resmi dan tidak resmi,” terangnya. Ironisnya, dari keterangan sang guru tersebut, jalur tidak resmi mitra warga lebih banyak jika dibandingkan dengan yang resmi.
Selama ini, ada dua pola jalur mitra warga yang terlihat di setiap sekolah. Pertama, jalur mitra warga yang diseleksi langsung oleh setiap sekolah. Pada jalur tersebut, biasanya sekolah sudah menetapkan 5 persen kuota mitra warga. Sementara itu, untuk jalur kedua, mekanisme seleksi tidak melibatkan campur tangan sekolah. ”Biasanya, inilah yang mereka sebut tidak resmi,” terangnya.
Untuk PPDB tahun ini saja, Reni mengungkapkan sudah mendapat beberapa SMS dari warga yang meminta bantuannya. ”Mereka curhat ke saya barangkali bisa membantu memasukkan anaknya ke SMP tertentu,” terangnya.
Untuk itu, Reni menyarankan dispendik untuk memperjelas peraturan minimal kuota 5 persen tersebut. Jika ada penambahan jumlah peserta mitra warga, pendaftaran itu harus dilakukan secara transparan. Dengan demikian, semua warga bisa mengawasi dengan mudah.
Pemkot dalam hal ini juga harus bertanggung jawab menyelenggarakan mekanisme PPDB yang jelas. Yakni, objektif, transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif. Dengan demikian, semua hak warga kota terpenuhi tanpa terkecuali.
Penambahan kuota mitra warga di atas daya kapasitas sekolah tersebut diamini salah seorang pengajar di SMPN wilayah selatan. Menurut dia, praktik itu terjadi pada PPDB jalur mitra warga dua tahun terakhir.
Di sekolahnya, kuota PPDB mitra warga pada waktu itu sebenarnya hanya sekitar 15 siswa. Namun, jumlah tersebut membeludak setelah PPDB ditutup dan sekolah bersiap untuk menyelenggarakan kegiatan belajar. ”Ada tambahan satu kelas. Siswa jalur mitra warga,” ucapnya kepada Jawa Pos.
Pengawas Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) Zulfery Yusal Koto membenarkan adanya praktik tambahan kuota PPDB jalur mitra warga tersebut. ”Mengenai hal ini, saya telah sampaikan ke dispendik,” tutur pria 46 tahun itu.
Untuk menangkal pelanggaran tersebut, transparansi pendaftaran mitra warga tambahan sangat penting dilakukan oleh dispendik. Jalur pendaftaran harus dibuka seluas-luasnya seperti jalur umum, reguler, dan prestasi.
Melalui mekanisme tersebut, kecurigaan masyarakat mengenai jalur mitra warga sebagai jalur titipan perlahan akan pudar. Tidak hanya itu, melalui transparansi, dispendik juga bisa menolong lebih banyak siswa tidak mampu untuk bersekolah. ”Tidak ada yang melarang penambahan kuota siswa miskin. Yang penting, jalur tersebut harus jelas,” tuturnya.
Koordinator Bidang Pendidikan Ombudsman Jatim Vice Admira Firnaherera mengungkapkan bahwa saat ini ombudsman belum menemukan pelanggaran mengenai jalannya penerimaan siswa jalur mitra warga. ”Kami belum menerima laporan pelanggaran soal jalur tersebut,” ungkapnya.
Untuk menghindari pelanggaran pada jalur mitra warga, dispendik bisa mencontoh mekanisme PPDB jalur prestasi yang mereka buat. Di jalur prestasi, dispendik telah membuat kolom laporkan untuk membantu menyeleksi siswa berprestasi dengan melibatkan warga. Mekanisme tersebut bisa juga dilakukan di jalur mitra warga. Tujuannya, warga bisa mengawasi. Mana siswa yang layak dan tidak di jalur tersebut.
Dispendik Tidak Bikin Kuota Tambahan
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dispendik Surabaya Sudarminto mengatakan, tidak ada penambahan kuota untuk siswa mitra warga di SMP negeri. ”Negeri tetap menerima mitra warga sebanyak 5 persen. Tidak ada kuota tambahan,” terangnya.
Sementara itu, bagi siswa miskin yang tidak diterima SMP negeri, dispendik akan mengarahkan mereka untuk mendaftar ke sekolah swasta. Jumlah yang diterima bisa lebih dari 5 persen.Untuk kuota jalur mitra warga di SMP swasta tersebut, biaya juga akan ditanggung melalui Pemkot Surabaya. Pembiayaan itu dilakukan dengan mekanisme bantuan operasional pendidikan daerah (bopda). SMP swasta wajib menerima sistem itu karena pembiayaan mereka juga disumbang pemkot. ”Dengan sistem ini, semua siswa miskin bisa bersekolah,” terangnya.(elo/c6/c11/git).
SUMBER :jawapos.com
Tidak ada komentar: