Asyik Belajar Arsitektur Langsung dari Pengamatan di Stasiun Gubeng
Banyak bentuk kegiatan untuk menikmati liburan. Salah satunya belajar arsitektur. Karena itu, para siswa TK-SD berkunjung ke Stasiun Surabaya Gubeng, Rabu (14/6). Sebanyak 80 anak tersebut belajar tentang desain bangunan stasiun bersama Smarch Architecture Course Surabaya.
Peserta yang datang dari beragam usia itu dibagi dalam kelompok kecil. Setiap kelompok yang terdiri atas 7–8 anak berkeliling stasiun bersama seorang tutor. Mereka belajar tentang cara membaca peta hingga membuat site plan atau denah. Khusus peserta SD, mereka juga belajar cara menggambar sketsa bangunan.
Selama berkeliling, setiap anak dibekali denah kosong. Tugas peserta adalah mengamati fasilitas apa saja yang ada di dalam bangunan stasiun. Anak dengan usia di bawah 4 tahun cukup menempelkan gambar pada denah.
Peserta yang datang dari beragam usia itu dibagi dalam kelompok kecil. Setiap kelompok yang terdiri atas 7–8 anak berkeliling stasiun bersama seorang tutor. Mereka belajar tentang cara membaca peta hingga membuat site plan atau denah. Khusus peserta SD, mereka juga belajar cara menggambar sketsa bangunan.
Selama berkeliling, setiap anak dibekali denah kosong. Tugas peserta adalah mengamati fasilitas apa saja yang ada di dalam bangunan stasiun. Anak dengan usia di bawah 4 tahun cukup menempelkan gambar pada denah.
Tempelan harus sesuai hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, sambil berkeliling, anak-anak harus mengingat posisi tempat-tempat.
Setiap tutor juga menjelaskan fungsi-fungsi setiap fasilitas stasiun. Contohnya, pada kelompok yang dipimpin tutor Gregorius Kristanto. Saat sampai di depan ruang customer service, Greg menerangkan kegunaan fasilitas tersebut.
”Oh, jadi kalau kita nyasar, kita tanya ke situ ya Mister?” sahut Aiko Femi Belle Wijaya, salah seorang anggota kelompok.
Antusiasme ditunjukkan si kembar Logan Rahmadi dan Liam Rahmadi. Mereka tampak sibuk menempelkan stiker gambar fasilitas umum ke denah. ”Ayo keliling lagi,” ujar bocah berusia 4 tahun itu.
Keseruan juga terlihat di kelompok Arcelia Regina Lukito. Tak sekadar menggambar letak fasilitas dalam denah, Arcelia dkk juga harus memilih kategori yang pas. Misalnya, ketika menjumpai sebuah tempat makan. Dalam denah disediakan beragam kategori fasum. Misalnya, cafe, food shop, dan supermarket. Rupanya, para anak harus menyesuaikannya dengan apa yang mereka lihat langsung di lapangan. Lalu, menggambarkan simbolnya di peta. ”Kalau bisa makan juga berarti kafe. Kalau Cuma bisa beli, berarti food shop,” ujar Arcelia.
Setelah rampung menggambar letak seluruh fasum dalam denah, Arcelia dkk harus menggambar sketsa bangunannya. Misalnya, menggambar bangunan stasiun tampak depan. ”Susah gambar patungnya yang di depan,” kata siswa kelas V tersebut.
Setelah menuntaskan kegiatan pengamatan di stasiun, anak-anak belajar cara naik kereta api. Mereka belajar cara boarding hingga saat naik kereta. Perjalanan dari Stasiun Surabaya Gubeng ke Pasar Turi itu diikuti anak-anak dengan penuh semangat. Salah satunya Joshua Rafael. ”Soalnya, aku belum pernah naik kereta,” katanya.
Maria Levina Hidajat, founder Smarch yang memimpin langsung kelompok Arcelia, menyatakan bahwa selain membaca peta, anak-anak juga mengenal building approach.
”Misalnya, kenapa bangunannya memanjang atau kenapa pencahayaannya harus terang, dan sebagainya,” jelas Vina.
Menurut Vina, anak di bawah usia 4 tahun memang masih dalam proses belajar membaca peta. Hal tersebut, lanjut dia, bisa menjadi upaya melatih kepekaan serta mengenal letak dan arah.
Vina menyatakan, holiday trip itu adalah sarana pengamatan langsung bagi para anak. ”Karena belajar arsitektur memang harus ada pengamatan luar. Dan memang selalu kami ajak ke bangunan publik,” tuturnya. (kik/c6/dos)
SUMBER :jawapos.com
Setiap tutor juga menjelaskan fungsi-fungsi setiap fasilitas stasiun. Contohnya, pada kelompok yang dipimpin tutor Gregorius Kristanto. Saat sampai di depan ruang customer service, Greg menerangkan kegunaan fasilitas tersebut.
”Oh, jadi kalau kita nyasar, kita tanya ke situ ya Mister?” sahut Aiko Femi Belle Wijaya, salah seorang anggota kelompok.
Antusiasme ditunjukkan si kembar Logan Rahmadi dan Liam Rahmadi. Mereka tampak sibuk menempelkan stiker gambar fasilitas umum ke denah. ”Ayo keliling lagi,” ujar bocah berusia 4 tahun itu.
Keseruan juga terlihat di kelompok Arcelia Regina Lukito. Tak sekadar menggambar letak fasilitas dalam denah, Arcelia dkk juga harus memilih kategori yang pas. Misalnya, ketika menjumpai sebuah tempat makan. Dalam denah disediakan beragam kategori fasum. Misalnya, cafe, food shop, dan supermarket. Rupanya, para anak harus menyesuaikannya dengan apa yang mereka lihat langsung di lapangan. Lalu, menggambarkan simbolnya di peta. ”Kalau bisa makan juga berarti kafe. Kalau Cuma bisa beli, berarti food shop,” ujar Arcelia.
Setelah rampung menggambar letak seluruh fasum dalam denah, Arcelia dkk harus menggambar sketsa bangunannya. Misalnya, menggambar bangunan stasiun tampak depan. ”Susah gambar patungnya yang di depan,” kata siswa kelas V tersebut.
Setelah menuntaskan kegiatan pengamatan di stasiun, anak-anak belajar cara naik kereta api. Mereka belajar cara boarding hingga saat naik kereta. Perjalanan dari Stasiun Surabaya Gubeng ke Pasar Turi itu diikuti anak-anak dengan penuh semangat. Salah satunya Joshua Rafael. ”Soalnya, aku belum pernah naik kereta,” katanya.
Maria Levina Hidajat, founder Smarch yang memimpin langsung kelompok Arcelia, menyatakan bahwa selain membaca peta, anak-anak juga mengenal building approach.
”Misalnya, kenapa bangunannya memanjang atau kenapa pencahayaannya harus terang, dan sebagainya,” jelas Vina.
Menurut Vina, anak di bawah usia 4 tahun memang masih dalam proses belajar membaca peta. Hal tersebut, lanjut dia, bisa menjadi upaya melatih kepekaan serta mengenal letak dan arah.
Vina menyatakan, holiday trip itu adalah sarana pengamatan langsung bagi para anak. ”Karena belajar arsitektur memang harus ada pengamatan luar. Dan memang selalu kami ajak ke bangunan publik,” tuturnya. (kik/c6/dos)
SUMBER :jawapos.com
Tidak ada komentar: