Anggap Keputusan Terlalu Mepet, Siswa Keberatan PPDB Zonasi
Rencana Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jawa Timur menggunakan sistem zonasi wilayah pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) mendapat tanggapan beragam. Ada yang menentang. Ada pula yang sepakat mekanisme tersebut segera dijalankan dengan beberapa catatan.
Salah seorang yang keberatan dengan penggunaan sistem tersebut adalah Ali Sulton. Siswa kelas IX SMPN 6 itu menuturkan, sistem zonasi membuat peluangnya untuk bisa lolos ke sekolah incaran semakin kecil.
Pada PPDB nanti, Sulton sebenarnya telah memantapkan hati untuk memilih dua sekolah di kawasan SMA kompleks. Yakni, SMAN 5 dan SMAN 2. Namun, harapan yang sejak dahulu dia impikan itu kini sedikit kabur.
Rumah Sulton berada di wilayah Surabaya Utara. Padahal, dua SMA incarannya terletak di wilayah Surabaya Tengah. ”Kalau mekanismenya hanya menggunakan jarak rumah, jelas kondisi ini merugikan saya,” tuturnya kepada Jawa Pos kemarin.
Selain mempersulit siswa yang tinggal di wilayah pinggiran, mekanisme zonasi dapat menurunkan semangat siswa. Khususnya bagi siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk masuk sekolah kawasan.
Sistem zonasi pada PPDB juga dianggap kurang tepat. Terutama bagi individu yang mempunyai rumah di kawasan pinggiran Kota Surabaya. Mereka tentu sangat khawatir hilangnya peluang untuk bersekolah di SMA negeri.
Selain itu, keputusan sistem zonasi pada PPDB tersebut dinilai terlalu mepet. Akibatnya, banyak orang tua dan siswa yang kebingungan untuk memperoleh informasi terbaru. ”Keputusan untuk membuat sistem zonasi seharusnya disosialisasikan jauh-jauh hari,” jelas siswa berusia 15 tahun itu.
Kecemasan tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah favorit tersebut juga dialami Adrian Maulana. Rumahnya yang berada di kawasan Rungkut membuat dirinya bingung. Dia tidak bisa memilih sekolah idamannya. ”Saya berniat untuk masuk SMAN 5,” jelas siswa SMPN 6 itu.
Untuk mempersiapkan bisa lolos di sekolah kompleks, hingga kini dia terus berusaha dengan membiasakan diri mengerjakan latihan soal. Tujuannya, saat pendaftaran dan tes ujian pada PPDB, dia tidak lagi merasa berat.
Keinginan kuat agar bisa diterima di SMA kompleks berlandasan keinginan untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Sekolah di wilayah pusat membuatnya merasa lebih nyaman. Iklim belajar dianggap lebih kondusif.
Adrian juga optimistis, jika dirinya diterima di SMAN 5, jalan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi lebih mudah. Selepas menempuh pendidikan SMA, Adrian ingin melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama ini SMAN 5 mempunyai kuota cukup besar lolos di ITB melalui seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN).
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengapresiasi langkah Dispendik Jatim soal sistem zonasi. Menurut dia, sistem tersebut memang dapat digunakan untuk upaya pemerataan pendidikan antarsekolah di setiap kabupaten/kota.
Meski demikian, Reni menuturkan, ada dua komponen utama yang harus diperhatikan agar pemerataan tersebut bisa terealisasi. Yakni, pemerataan input pendidikan dan ketersediaan sarana-prasarana di setiap sekolah.
Selama ini kesenjangan antarsekolah di kabupaten/kota terjadi karena kualitas pendidikan yang tidak sama. Antara sekolah satu dan lainnya memiliki perbedaan dalam peningkatan kualitas. ”Ada yang lambat, ada pula yang bisa meningkat cepat,” jelasnya.
Kondisi sekolah itu lantas memengaruhi input yang diperoleh dari hasil penerimaan siswa. Sekolah favorit yang sudah dikenal bermutu baik akan memancing siswa cerdas untuk mendaftar. Sekolah berkualitas biasa juga akan mendapat input yang tidak maksimal.
Pengaruh lainnya adalah ketersediaan sarana-prasarana penunjang pendidikan. Sekolah yang memiliki kualitas baik biasanya punya sarana lengkap. ”Nah, untuk sarpras (sarana-prasarana, Red), ke depan dispendik harus berjuang menyediakannya secara merata. Agar tidak ada lagi perbedaan” jelasnya.
Reni menyatakan, mekanisme zonasi pada PPDB tersebut sangat mungkin bisa berjalan di Surabaya. Sebab, model serupa sebelumnya pernah diterapkan Dispendik Kota Surabaya. Yakni, melalui seleksi PPDB sistem sekolah kawasan. ”Jadi, kemungkinan tidak akan sulit,” tutur politikus dari PKS itu.
Meski begitu, Reni menyarankan sistem zonasi tidak dilakukan secara ketat. Dispendik Jatim harus tetap memberikan kuota kepada siswa yang ingin memilih sekolah di luar zona tempat tinggal. ”Ini penting agar hak siswa juga tetap dihargai,” terangnya. (elo/c6/dos/sep/JPG)
SUMBER :jawapos.com
Salah seorang yang keberatan dengan penggunaan sistem tersebut adalah Ali Sulton. Siswa kelas IX SMPN 6 itu menuturkan, sistem zonasi membuat peluangnya untuk bisa lolos ke sekolah incaran semakin kecil.
Pada PPDB nanti, Sulton sebenarnya telah memantapkan hati untuk memilih dua sekolah di kawasan SMA kompleks. Yakni, SMAN 5 dan SMAN 2. Namun, harapan yang sejak dahulu dia impikan itu kini sedikit kabur.
Rumah Sulton berada di wilayah Surabaya Utara. Padahal, dua SMA incarannya terletak di wilayah Surabaya Tengah. ”Kalau mekanismenya hanya menggunakan jarak rumah, jelas kondisi ini merugikan saya,” tuturnya kepada Jawa Pos kemarin.
Selain mempersulit siswa yang tinggal di wilayah pinggiran, mekanisme zonasi dapat menurunkan semangat siswa. Khususnya bagi siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk masuk sekolah kawasan.
Sistem zonasi pada PPDB juga dianggap kurang tepat. Terutama bagi individu yang mempunyai rumah di kawasan pinggiran Kota Surabaya. Mereka tentu sangat khawatir hilangnya peluang untuk bersekolah di SMA negeri.
Selain itu, keputusan sistem zonasi pada PPDB tersebut dinilai terlalu mepet. Akibatnya, banyak orang tua dan siswa yang kebingungan untuk memperoleh informasi terbaru. ”Keputusan untuk membuat sistem zonasi seharusnya disosialisasikan jauh-jauh hari,” jelas siswa berusia 15 tahun itu.
Kecemasan tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah favorit tersebut juga dialami Adrian Maulana. Rumahnya yang berada di kawasan Rungkut membuat dirinya bingung. Dia tidak bisa memilih sekolah idamannya. ”Saya berniat untuk masuk SMAN 5,” jelas siswa SMPN 6 itu.
Untuk mempersiapkan bisa lolos di sekolah kompleks, hingga kini dia terus berusaha dengan membiasakan diri mengerjakan latihan soal. Tujuannya, saat pendaftaran dan tes ujian pada PPDB, dia tidak lagi merasa berat.
Keinginan kuat agar bisa diterima di SMA kompleks berlandasan keinginan untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Sekolah di wilayah pusat membuatnya merasa lebih nyaman. Iklim belajar dianggap lebih kondusif.
Adrian juga optimistis, jika dirinya diterima di SMAN 5, jalan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi lebih mudah. Selepas menempuh pendidikan SMA, Adrian ingin melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama ini SMAN 5 mempunyai kuota cukup besar lolos di ITB melalui seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN).
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengapresiasi langkah Dispendik Jatim soal sistem zonasi. Menurut dia, sistem tersebut memang dapat digunakan untuk upaya pemerataan pendidikan antarsekolah di setiap kabupaten/kota.
Meski demikian, Reni menuturkan, ada dua komponen utama yang harus diperhatikan agar pemerataan tersebut bisa terealisasi. Yakni, pemerataan input pendidikan dan ketersediaan sarana-prasarana di setiap sekolah.
Selama ini kesenjangan antarsekolah di kabupaten/kota terjadi karena kualitas pendidikan yang tidak sama. Antara sekolah satu dan lainnya memiliki perbedaan dalam peningkatan kualitas. ”Ada yang lambat, ada pula yang bisa meningkat cepat,” jelasnya.
Kondisi sekolah itu lantas memengaruhi input yang diperoleh dari hasil penerimaan siswa. Sekolah favorit yang sudah dikenal bermutu baik akan memancing siswa cerdas untuk mendaftar. Sekolah berkualitas biasa juga akan mendapat input yang tidak maksimal.
Pengaruh lainnya adalah ketersediaan sarana-prasarana penunjang pendidikan. Sekolah yang memiliki kualitas baik biasanya punya sarana lengkap. ”Nah, untuk sarpras (sarana-prasarana, Red), ke depan dispendik harus berjuang menyediakannya secara merata. Agar tidak ada lagi perbedaan” jelasnya.
Reni menyatakan, mekanisme zonasi pada PPDB tersebut sangat mungkin bisa berjalan di Surabaya. Sebab, model serupa sebelumnya pernah diterapkan Dispendik Kota Surabaya. Yakni, melalui seleksi PPDB sistem sekolah kawasan. ”Jadi, kemungkinan tidak akan sulit,” tutur politikus dari PKS itu.
Meski begitu, Reni menyarankan sistem zonasi tidak dilakukan secara ketat. Dispendik Jatim harus tetap memberikan kuota kepada siswa yang ingin memilih sekolah di luar zona tempat tinggal. ”Ini penting agar hak siswa juga tetap dihargai,” terangnya. (elo/c6/dos/sep/JPG)
SUMBER :jawapos.com
Tidak ada komentar: