Masuk SMK Makin Sulit, Tidak Cukup Nilai Unas Tapi Ada TPA Juga

Para siswa yang akan masuk SMK harus berjuang lebih keras. Sebab, SMK bukan lagi pilihan studi nomor dua. SMK kini tampil lebih unggul. Karena itu, Dinas Pendidikan Jawa Timur akan memberlakukan tes potensi akademik (TPA) untuk masuk ke SMK.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menyatakan bahwa tidak ada batasan zonasi untuk SMK. Artinya, seluruh siswa dari berbagai daerah di Jawa Timur berhak mendaftar ke SMK di kabupaten/kota lain di Jawa Timur. Bahkan, tidak ada batasan kuota untuk siswa luar kota yang akan mendaftar ke SMK.

Hal itu berbeda dengan SMA yang memiliki batasan zonasi. Yakni, siswa di zonasi terdekat dengan sekolah akan diprioritaskan. Menurut Saiful, SMK memang tidak sama dengan SMA. SMK, kata dia, terdiri atas berbagai bidang keahlian yang berbeda. ’’Bergantung minat siswa untuk mendaftar di bidang keahlian apa,’’ tuturnya.

Jika bidang keahlian yang dikehendaki ada di kabupaten/kota lain, siswa berhak mendaftar ke sekolah tersebut. Meski begitu, beberapa jurusan memang tepat untuk masuk kategori tanpa batasan zonasi. Misalnya, jurusan pedalangan yang hanya ada di SMKN 12 Surabaya. Siswa luar kota bisa mendaftar tanpa batasan kuota.

Namun, jurusan yang sudah mainstream atau umum seperti teknik mesin, teknik bangunan, dan akuntansi, tampaknya, harus kembali dipertimbangkan jika tanpa batasan kuota. Sebab, pendidikan siswa di lokasi terdekat dengan sekolah harus terfasilitasi dengan baik.

Terkait dengan seleksi masuk SMK, kata Saiful, saringan pertamanya melalui nilai ujian nasional (unas). Jika sudah masuk daftar yang bakal diterima sekolah, siswa tersebut harus mengikuti tes potensi akademik (TPA). TPA dilaksanakan setelah penyaringan nilai unas. ’’Nilai unas saja, siswa belum mutlak diterima. Ikut TPA dulu. Kalau TPA rendah, ya tidak bisa masuk,’’ katanya.

Komposisi atau bobot nilai TPA, lanjut Saiful, bergantung jurusan masing-masing. Sebab, setiap bidang keahlian membutuhkan kriteria siswa yang berbeda-beda. Saiful mencontohkan, jika siswa memilih pilihan pertama jurusan teknik mesin dan pilihan kedua teknik bangunan, harus melihat hasil TPA-nya. ’’Kalau TPA-nya layak di (teknik) bangunan, ya (teknik) bangunan,’’ jelasnya.

Siswa juga harus mengikuti tes kesehatan dan tes fisik. Tujuannya, memastikan bahwa siswa tersebut memang layak diterima di bidang keahlian yang dipilih. Jangan sampai siswa buta warna sehingga tidak bisa membedakan warna kabel listrik. Kondisi tersebut tentu berbahaya.

Mantan kepala Badan Diklat Jawa Timur itu menjelaskan, kebijakan itu dibuat bukan tanpa alasan. Saat ini SMK sangat berkorelasi dengan perusahaan. Bahkan sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Jawa Timur pun sudah menindaklanjutinya melalui peraturan gubernur (pergub).

Bahkan, sinergi SMK dengan dunia industri terus dikonkretkan. Saat ini sinergi itu sudah masuk tahap penyusunan modul kurikulum antara SMK dan industri. Di Jawa Timur, link and match dengan industri diluncurkan pada Februari lalu. Setidaknya sudah ada 50 industri dan 234 SMK yang bersinergi. ’’Jadi, tidak main-main, mengikat dengan program pemagangan,’’ katanya.

Dunia industri, tutur Saiful, membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya terampil, tetapi juga sehat dan memiliki semangat kerja yang baik. Para siswa yang memilih SMK pun kini tidak boleh minder. Ke depan Saiful berharap SMK negeri juga bisa ikut membina sekolah-sekolah swasta yang lain.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim Wilayah Surabaya Sukaryantho mengatakan, juknis mekanisme PPDB SMA/SMK hingga kini belum diturunkan di setiap cabang dinas. ’’Kami menunggu instruksi dari Dispendik Jatim. Setelah itu baru kami sosialisasikan ke kepala sekolah,’’ ungkapnya.

Saat ditanya mengenai wacana mekanisme PPDB SMK yang tidak menggunakan batasan kuota, Sukaryantho belum bersedia memastikan aturan tersebut. Dia hanya menyampaikan bahwa mekanisme tanpa kuota itu bisa saja diterapkan untuk jurusan khusus.

Yang berminat bersekolah di luar kota asal diprediksi tidak banyak untuk jurusan seperti otomotif, teknik listrik, dan teknik mesin. Sebab, jurusan tersebut banyak tersedia di masing-masing kabupaten/kota. ’’Kalaupun PPDB SMK jadi tanpa kuota, siswa yang memilih bersekolah di luar kota mungkin cukup kecil,’’ jelasnya. Sebab, Kualitas SMK di masing-masing kabupaten/kota saat ini cukup merata.

Secara terpisah, anggota Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) Murpin Josua Sembiring sepakat dengan mekanisme PPDB SMK tanpa kuota. Menurut dia, siswa yang berniat bersekolah di SMK merupakan anak yang mengejar minat pada penguasaan keterampilan. Jadi, seharusnya tidak ada pembatasan zonasi maupun wilayah untuk siswa. ’’Mereka memilih sesuai minat. Jangan dibatasi,’’ katanya. (puj/elo/c15/git)
SUMBER : jawapos.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.