Deteksi Dini Penyakit dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit
Dinas kesehatan (dinkes) menerapkan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di setiap puskesmas. Dengan begitu, masalah kesehatan pada anak bisa terdeteksi sejak dini. Hal itu menjadi cara yang efektif untuk menemukan penyakit pneumonia pada anak.
Berdasar data instansi tersebut, jumlah penderita pneumonia pada balita cukup banyak. Tahun lalu petugas kesehatan di puskesmas menemukan 314 penderita pneumonia ringan yang dialami bayi laki-laki di bawah usia 1 tahun. Selain itu, ada 374 bayi perempuan yang menderia pneumonia (selengkapnya lihat grafis).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gresik dr Mukhibatul Khusnah menjelaskan, banyaknya penderita pneumonia ditemukan melalui MTBS. Ada instrumen khusus yang dipakai untuk menghitung faktor risiko. Instrumen itu, lanjut dia, bisa mengetahui gejala awal pneumonia pada anak melalui perhitungan napas per menit. Petugas puskesmas hanya menangani pneumonia ringan. ”Kalau sudah tergolong berat, harus dirujuk (ke RS, Red),” jelasnya.
Pada balita, pneumonia menjadi salah satu penyakit yang cukup mengkhawatirkan. Berdasar hasil observasi di lapangan, penularan oleh orang dewasa menjadi penyebab terbanyak. ”Orang dewasa yang menderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) bisa menularkan (pneumonia),” tuturnya.
Penularan pneumonia bisa melalui udara. Misalnya, ketika mengobrol dengan anak. Kualitas udara yang tidak bagus akan memperburuk kondisi penderita. ”Penyakit tersebut merupakan komplikasi dari ISPA. Yang diserang adalah organ paru-paru,” paparnya.
Khusnah menyatakan, penderita pneumonia harus segera mendapatkan perawatan medis. Kondisi pasien harus dipastikan agar bisa ditindak lanjut. Pneumonia bisa menjadi penyakit yang mematikan jika terlambat ditangani.
Pelaksanaan MTBS, lanjut dia, diharapkan bisa menekan angka penderita penyakit itu. Meski belum ada kasus meninggal, deteksi dini harus digencarkan. ”Penanganan sejak dini bisa mencegah terjadinya risiko terburuk,” tambahnya. (adi/c16/ai)
SUMBER:jawapos.com
Berdasar data instansi tersebut, jumlah penderita pneumonia pada balita cukup banyak. Tahun lalu petugas kesehatan di puskesmas menemukan 314 penderita pneumonia ringan yang dialami bayi laki-laki di bawah usia 1 tahun. Selain itu, ada 374 bayi perempuan yang menderia pneumonia (selengkapnya lihat grafis).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gresik dr Mukhibatul Khusnah menjelaskan, banyaknya penderita pneumonia ditemukan melalui MTBS. Ada instrumen khusus yang dipakai untuk menghitung faktor risiko. Instrumen itu, lanjut dia, bisa mengetahui gejala awal pneumonia pada anak melalui perhitungan napas per menit. Petugas puskesmas hanya menangani pneumonia ringan. ”Kalau sudah tergolong berat, harus dirujuk (ke RS, Red),” jelasnya.
Pada balita, pneumonia menjadi salah satu penyakit yang cukup mengkhawatirkan. Berdasar hasil observasi di lapangan, penularan oleh orang dewasa menjadi penyebab terbanyak. ”Orang dewasa yang menderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) bisa menularkan (pneumonia),” tuturnya.
Penularan pneumonia bisa melalui udara. Misalnya, ketika mengobrol dengan anak. Kualitas udara yang tidak bagus akan memperburuk kondisi penderita. ”Penyakit tersebut merupakan komplikasi dari ISPA. Yang diserang adalah organ paru-paru,” paparnya.
Khusnah menyatakan, penderita pneumonia harus segera mendapatkan perawatan medis. Kondisi pasien harus dipastikan agar bisa ditindak lanjut. Pneumonia bisa menjadi penyakit yang mematikan jika terlambat ditangani.
Pelaksanaan MTBS, lanjut dia, diharapkan bisa menekan angka penderita penyakit itu. Meski belum ada kasus meninggal, deteksi dini harus digencarkan. ”Penanganan sejak dini bisa mencegah terjadinya risiko terburuk,” tambahnya. (adi/c16/ai)
SUMBER:jawapos.com
Tidak ada komentar: