Gagasan Ayu Kartika Dewi Persatukan Anak Negeri Dalam Kebhinekaan


Semangat toleransi dan menghargai keberagaman saat ini semakin dihidupkan kembali untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semangat kebhinekaan itu bisa dilakukan melalui pendidikan. Seperti yang dilakukan Ayu Kartika Dewi, wanita Pendiri Program SabangMerauke (Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali).

Ayu mengajarkan makna toleransi dan kebhinekaan kepada anak-anak. Caranya dengan menyelenggarakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia. Ini adalah tahun ke-5 bagi Ayu memperjuangkan keberagaman dan toleransi di Indonesia.

SabangMerauke adalah organisasi yang menyelenggarakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia. Tujuannya untuk membuka cakrawala anak-anak Indonesia tentang pentingnya pendidikan dan menanamkan nilai kebhinnekaan.

Pendirian organisasi ini sekitar tahun 2010-2011 dilatarbelakangi oleh pengalaman Ayu saat menjadi guru SD di Maluku Utara saat sedang terjadi kerusuhan Ambon-Poso 1999. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga dan pascasarjana Duke University, Amerika Serikat ini kemudian berinisiatif mendirikan SabangMerauke bersama teman-temannya pada 28 Oktober 2012. Dia berharap lewat program ini, masyarakat terinspirasi untuk memperjuangkan keberagaman dan toleransi di Indonesia.

“Anak-anak dalam proses pertukaran ini berinteraksi secara positif. Mereka saling bertukar tempat tinggal dengan keluarga beda agama dan ras. Ada anak dari agama islam lalu tinggal di keluarga kristen keturunan Tionghoa. Agar saat mereka kembali ke daerahnya masing-masing bisa menghargai perbedaan dan menjunjung toleransi,” tegas Ayu kepada JawaPos.com.

Atas kiprahnya ini, Ayu mendapat penghargaan dari produk kosmetik Wardah sebagai salah satu dari sepuluh wanita inspiratif di bidang pendidikan. Ayu berharap, anak-anak didiknya memiliki jiwa kepemimpinan untuk menjadi agen perubahan saat kembali ke tempat tinggalnya.

“Memang di awal-awal terasa sekali anak-anak mungkin merasa takut karena mereka akan tinggal di keluarga yang berbeda. Namun akhirnya mereka paham bahwa berbeda keluarga bukan orang jahat kok, mereka beragam orang Indonesia juga,” jelasnya.

Siswa yang mengikuti program ini adalah siswa SMP. Para siswa akan mendapatkan pengalaman selama tiga minggu dengan menghormati budaya serta ibadah masing-masing. Sehingga, ke depan, anak sudah memiliki pondasi yang kuat tidak menghina atau merendahkan orang lain yang dianggap berbeda.

“Anak-anak harus punya pemahaman dan pengalaman yang positif  tentang perbedaan agama suku dan budaya, menghargai dan toleransi melalui pendidikan karakter,” tutup Ayu. (cr1/JPG)
SUMBER : jawapos.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.