Dana Riset Indonesia Paling Buncit!
Indonesia menghadapi tantangan serius di bidang inovasi dan informasi teknologi. Indonesia masih tertinggal dalam bidang riset ketimbang negara lain di Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Tentu saja, hal itu karena dana riset Indonesia masih sangat rendah.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui pengembangan Iptek di Indonesia masih belum mendapat perhatian yang memadai, tercermin pada alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan yang masih minimal. Saat ini, anggaran yang disediakan pemerintah melalui APBN untuk membiayai penelitian dan pengembangan hanya sekitar 0,1 persen saja dari PDB.
“Suatu angka yang sangat kecil dibandingkan belanja publik untuk riset di negara-negara Asia,” tegas Bambang dalam peluncuran Buku Putih Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Menuju Indonesia 2045, Jumat sore (12/5).
Anggaran riset Malaysia (1,25 persen), China (2,0 persen), Singapura (2,20 persen), Jepang (3,60 persen), Korea Selatan (4,0 persen), dan negara-negara maju OECD seperti Jerman (2,90 persen), Swedia (3,20 persen), AS (2,75 persen). Bahkan dari total anggaran riset yang ada, sekitar 80 persen berasal dari anggaran pemerintah, hanya sekitar 20 persen saja berasal dari industri dan swasta. Hal itu berbeda dengan negara yang sudah maju, anggaran riset dari industri sudah mencapai 75 persen.
“Belanja publik yang terbatas dan minimnya kontribusi sektor swasta untuk kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi alasan mengapa kualitas dan kuantitas hasil penelitian di Indonesia yang menghasilkan inovasi belum berkembang optimal,” jelasnya.
Bambang menilai inovasi teknologi merupakan faktor kunci, bahkan bersifat determinan sedangkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat sentral. Namun, Indonesia belum tercatat sebagai negara yang punya keunggulan pada kedua aspek penting tersebut. Bambang menambagkan Perguruan Tinggi (PT) mempunyai posisi strategis di dalam masyarakat.
“Terutama tenaga ahli di berbagai disiplin keilmuan, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu memecahkan berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat. PT memainkan peranan penting bukan saja sebagai pelopor dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, melainkan juga dalam hal rekayasa sosial dan pengembangan masyarakat,” tandasnya. (cr1/JPG).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui pengembangan Iptek di Indonesia masih belum mendapat perhatian yang memadai, tercermin pada alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan yang masih minimal. Saat ini, anggaran yang disediakan pemerintah melalui APBN untuk membiayai penelitian dan pengembangan hanya sekitar 0,1 persen saja dari PDB.
“Suatu angka yang sangat kecil dibandingkan belanja publik untuk riset di negara-negara Asia,” tegas Bambang dalam peluncuran Buku Putih Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Menuju Indonesia 2045, Jumat sore (12/5).
Anggaran riset Malaysia (1,25 persen), China (2,0 persen), Singapura (2,20 persen), Jepang (3,60 persen), Korea Selatan (4,0 persen), dan negara-negara maju OECD seperti Jerman (2,90 persen), Swedia (3,20 persen), AS (2,75 persen). Bahkan dari total anggaran riset yang ada, sekitar 80 persen berasal dari anggaran pemerintah, hanya sekitar 20 persen saja berasal dari industri dan swasta. Hal itu berbeda dengan negara yang sudah maju, anggaran riset dari industri sudah mencapai 75 persen.
“Belanja publik yang terbatas dan minimnya kontribusi sektor swasta untuk kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi alasan mengapa kualitas dan kuantitas hasil penelitian di Indonesia yang menghasilkan inovasi belum berkembang optimal,” jelasnya.
Bambang menilai inovasi teknologi merupakan faktor kunci, bahkan bersifat determinan sedangkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat sentral. Namun, Indonesia belum tercatat sebagai negara yang punya keunggulan pada kedua aspek penting tersebut. Bambang menambagkan Perguruan Tinggi (PT) mempunyai posisi strategis di dalam masyarakat.
“Terutama tenaga ahli di berbagai disiplin keilmuan, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu memecahkan berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat. PT memainkan peranan penting bukan saja sebagai pelopor dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, melainkan juga dalam hal rekayasa sosial dan pengembangan masyarakat,” tandasnya. (cr1/JPG).
SUMBER : jawapos.com
Tidak ada komentar: