Sumarman 33 Tahun Mendidik Siswa Tunarungu, Teliti Komunikasi Dua Tuna


Dedikasi Sumarman di dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus patut diapresiasi. Dia menekuni profesinya sebagai guru bagi siswa tuna rungu sejak 1984. Berbagai penelitian dilakukan. Termasuk riset tentang komunikasi antara siswa tunarungu dan tunanetra.

LULUS SMP pada 1979, Sumarman memilih sekolah pendidikan guru negeri (SPGN). Pendidikan setara SMA itu dituntaskan pada 1982. Kemudian, laki-laki yang lahir pada 1962 tersebut melanjutkan sekolah guru pendidikan luar biasa negeri (SGPLBN).

Memilih jalur sekolah guru merupakan murni pilihan Sumarman. Tidak ada intervensi dari siapa pun. Orang tuanya bukan seorang guru. ”Murni hati nurani,” katanya. Dia ingin menjadi orang yang berguna untuk bangsa. Istilah Marman adalah mendidik anak bangsa dan mengamalkan ilmu.
Begitu pula ketika dia memilih jalur sekolah guru pendidikan luar biasa. Marman ingin anak-anak tunarungu itu bisa mandiri ketika dewasa. Setidaknya, mereka tidak bergantung kepada orang lain. Sebagai manusia yang dikaruniai indra lengkap, lanjut dia, tentu sudah sewajarnya berbagi. ”Sejak kecil, saya senang mengajar,” tuturnya.

Sejak menjadi guru, Marman memilih mengajar di SMPLB-B Karya Mulia. Tekad ayah tiga anak tersebut sudah bulat untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus. Karena itu, dia mengabaikan omongan yang bisa meruntuhkan semangatnya. Misalnya, mengajar anak biasa saja sulit, apalagi mengajar anak berkebutuhan khusus.

Kini laki-laki kelahiran Jombang tersebut dipercaya menjadi kepala sekolah di SMPLB Karya Mulia sejak 1994. Menurut dia, interaksi bersama anak didiknya merupakan suatu hal yang berharga. Ada satu kondisi yang membuat dia merasa berbunga-bunga selama menjadi seorang pendidik. Yakni, ketika siswanya bisa berbicara. ”Siswa tunarungu yang mulanya tidak mengenal kata, kemudian bisa berinteraksi dan ’berbicara’ itu rasanya menjadi kebanggaan tersendiri,” ungkapnya.

Tak sekadar mengajar. Kakek empat cucu itu aktif melakukan penelitian. Dia bekerja sama dengan para guru besar dan dosen senior dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Salah satu riset yang dikerjakan adalah pengembangan metode komunikasi bagi penyandang tunanetra dan tunarungu.

Riset yang digarap pada 2007 tersebut ingin mengakomodasikan agar siswa tunanetra dan siswa tunarungu bisa saling berkomunikasi. Menurut dia, siswa tunanetra tidak bisa melihat bahasa isyarat yang disampaikan siswa tunarungu. Sementara itu, siswa tunarungu tidak bisa mendengar tutur kata siswa tunanetra. ”Jadi, kalaupun duduk, ya sama-sama diam, tidak bisa berkomunikasi,” tuturnya.

Padahal, sebagai makhluk sosial, semestinya ada komunikasi yang menghubungkan keduanya. Melalui riset itu, muncul media komunikasi baru yang dinamai isyarat sentuhan. Untuk berkomunikasi, mereka menyentuh lawan bicaranya lebih dulu. Ada juga gerakan-gerakan isyarat yang diciptakan untuk keduanya.

Marman menyebutkan, saat ini ada seratus gerakan isyarat sentuhan. Gerakan-gerakan itu merujuk pada kesepakatan si pemakai. Kini risetnya masih berlanjut dan belum digedok menjadi bahasa baku. ”Masih penelitian,” ucapnya.

Marman yakin, setiap anak punya potensi yang bisa dikembangkan. Karena itu, dia mengajak para orang tua agar tidak putus asa membimbing putra-putrinya yang berkebutuhan khusus. Mereka bisa berkembang sebagaimana harapan orang tua. Yang penting adalah kasih sayang dan diarahkan bakat minatnya. (puj/c16/nda/sep/JPG)
SUMBER :jawapos.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.