Hari Pertama UNBK SMP, Lancar dengan Gangguan Kecil
Sejumlah persoalan kecil mewarnai hari pertama pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) SMP sederajat Selasa (2/5). Di antaranya, gangguan pada server, jaringan yang trouble, hingga listrik mati. Akibatnya, sejumlah siswa harus menyesuaikan sesi ujiannya. Meski begitu, UNBK di sebagian besar sekolah berjalan dengan lancar.
Kepala SMPN 1 Titik Sudarti bersyukur lantaran ujian berlangsung dengan baik. Tidak ada kendala selama pelaksanaan ujian. Sebanyak 355 siswa juga hadir mengikuti UNBK, mulai sesi pertama hingga sesi ketiga. Para siswa pad hari itu melaksanakan ujian bahasa Indonesia.
Hal yang sama terjadi di SMPN 11. Tidak ditemui kendala selama ujian berlangsung. Sebanyak 120 komputer klien yang digunakan 355 siswa selama tiga sesi berfungsi dengan baik. Demikian juga tiga komputer server dan satu server cadangan. ”Semuanya aman. Ujian juga lancar,” ujar Kepala SMPN 11 M. Masykur.
Kepala SMPN 1 Titik Sudarti bersyukur lantaran ujian berlangsung dengan baik. Tidak ada kendala selama pelaksanaan ujian. Sebanyak 355 siswa juga hadir mengikuti UNBK, mulai sesi pertama hingga sesi ketiga. Para siswa pad hari itu melaksanakan ujian bahasa Indonesia.
Hal yang sama terjadi di SMPN 11. Tidak ditemui kendala selama ujian berlangsung. Sebanyak 120 komputer klien yang digunakan 355 siswa selama tiga sesi berfungsi dengan baik. Demikian juga tiga komputer server dan satu server cadangan. ”Semuanya aman. Ujian juga lancar,” ujar Kepala SMPN 11 M. Masykur.
Para siswa juga sudah dibiasakan untuk ujian berbasis komputer. Mulai ujian sekolah, tryout, maupun ujian akhir semester (UAS). ”Semuanya pakai komputer. Siswa sudah terbiasa,” tuturnya. Termasuk ketika ada trouble atau permasalahan teknis selama ujian, para siswa dibiasakan untuk tidak mudah panik.
Meski di SMPN 11 lancar, laki-laki yang juga pelaksana tugas (Plt) kepala SMPN 27 itu mengakui sempat terjadi listrik mati. Kejadian di SMPN 27 itu praktis berimbas pada siswa yang melaksanakan ujian di sesi kedua. ”Sesinya sudah jalan hampir 30 menit. Tiba-tiba listrik mati,” katanya.
Namun, itu tidak lama. Tidak sampai 10 menit. Para siswa yang sempat panik ditenangkan oleh pengawas dan panitia UNBK di sekolah. Pihak sekolah segera melakukan koordinasi. ”Koordinasi ke PLN. Ada yang segera melapor ke dinas pendidikan dan langsung ditindaklanjuti,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan ujian berbasis komputer, Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya cepat tanggap. Bahkan, ada koordinasi cepat melalui grup media sosial yang terdiri atas berbagai pihak untuk mendukung kelancaran UNBK. Baik proktor, PLN, maupun Telkom.
Meski sempat terjadi gangguan, Masykur menyebut siswa tetap melaksanakan ujian dengan baik. Setelah listrik kembali menyala, komputer juga menyala dan kembali pada soal yang dikerjakan siswa. ”Tidak ada masalah. Sistem tetap running. Jawaban juga tidak hilang. Siswa tidak dirugikan,” tuturnya.
Kendala juga terjadi di SMP Kristen YPBK 1. Kepala SMP Kristen YBPK 1 Erwin Darmogo menyebut, trouble terjadi pada sesi ketiga. Pada ujian sesi pertama hingga sesi kedua, tidak ada masalah, termasuk pada jaringan internet berlangganan. Namun, pada sesi ketiga, salah seorang siswanya mengalami logout otomatis.
Laki-laki yang juga ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya Timur itu lalu menggunakan modem cadangan. Ujian pun kembali normal. Erwin menyatakan, gangguan tersebut tampaknya juga terjadi di sekolah lain yang menggunakan jaringan internet berlangganan yang sama. Hal itu terpantau dari grup internal media sosial sesama SMP swasta. Karena itu, siswa harus login dan memasukkan token agar bisa kembali mengikuti ujian.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Ikhsan mengakui beberapa kendala yang terjadi selama UNBK hari pertama itu. Menurut dia, secara umum pelaksanaan UNBK berjalan dengan lancar. Hanya, memang ada kendala pada sesi pertama. ”Ada sekolah yang mengalami Windows rusak,” katanya.
Segera dicarikan solusi atas permasalahan itu. Panitia UNBK di tingkat Dinas Pendidikan Surabaya juga sigap membantu dan meminta izin pusat untuk melakukan pendampingan dalam permasalahan tersebut. ”Solusinya menggunakan server baru dari dinas. Disinkronkan dulu, baru bisa jalan,” katanya.
Dampak dari permasalahan itu, jadwal sesi harus menyesuaikan. Para siswa yang ujian pada sesi pertama terpaksa mundur ke sesi kedua. Sesi kedua mundur ke sesi tiga dan sesi ketiga juga mundur menyesuaikan.
Matinya aliran listrik di sekolah kawasan Surabaya Utara, kata Ikhsan, juga langsung ditangani PLN. ”Ada jaringan PLN yang kecantol balon, lalu listriknya mati. Tapi, bisa segera teratasi,” terangnya.
Yang pasti, mantan kepala Bapemas KB Surabaya itu menyatakan, tidak ada siswa yang melaksanakan ujian susulan lantaran persoalan teknis. Meski begitu, siswa yang akan ikut ujian susulan lantaran gangguan nonteknis memang ada. Yakni, siswa yang sakit karena demam berdarah. ”Karena kondisinya kurang baik, bisa berpengaruh pada ujian. Ada jadwal susulan. Jadi, disarankan ikut susulan,” tuturnya.
Ada juga siswa lain yang rencananya ikut ujian susulan karena sakit perut. Namun, setelah dibawa ke puskesmas dan diobati, siswa membaik dan kembali ikut ujian. ”Tidak jadi ikut susulan,” katanya. Pada hari kedua UNBK hari ini, dia berharap tidak terjadi lagi kendala teknis seperti hari pertama. ”Mudah-mudahan besok (hari ini, Red) lebih lancar,” jelasnya.
SLB Tetap Pakai Kertas
Sementara itu, para siswa di sekolah luar biasa (SLB) tidak melaksanakan ujian berbasis komputer. Mereka melaksanakan ujian berbasis kertas.
Erik Febrianto misalnya. Dia tampak tenang. Dia membaca satu per satu soal dengan ujung telunjuknya. Siswa tunanetra SMPLB A YPAB itu memang harus jeli. Sebab, jika sampai satu huruf saja terlompati dari sentuhan jemarinya, Erik harus membaca ulang soal.
Siswa kelas IX itu tidak sendiri. Bersama sepuluh siswa lainnya, Erik tekun memahami materi soal bahasa Indonesia dalam ujian nasional (unas) hari pertama. Berbeda dengan siswa di sekolah reguler, sebelas siswa tunanetra SMPLB A YPAB tersebut terlihat sedikit lambat dalam mengerjakan soal.
”Soal sebenarnya mudah. Tapi, terlalu panjang,” ungkap Erik kepada Jawa Pos setelah menyelesaikan ujian. Dia mencontohkan soal nomor 29. Soal dan pilihan ganda pada nomor tersebut memiliki panjang hingga satu setengah lembar.
Kondisi itu membuat pengerjaan setiap soal membutuhkan waktu yang cukup lama. Satu soal memerlukan waktu membaca lebih dari dua menit. ”Ini membuat saya mengerjakan beberapa soal secara cepat dan tidak fokus,” tutur pemuda asal Probolinggo tersebut.
Meski begitu, Erik mengaku tetap optimistis bisa mendapat nilai terbaik dalam unas tersebut. Tryout dan tambahan belajar yang dimulai sejak Januari lalu banyak membantunya dalam mengerjakan soal ujian.
Kepala SMPLB A YPAB Eko Purwanto menuturkan, gerakan anak didiknya dalam mengerjakan soal ujian memang terlihat lambat. Hal tersebut terjadi karena struktur huruf braille yang berbeda dengan huruf lainnya.
Huruf yang dicetak dengan tinta memiliki ukuran yang efisien. Sementara itu, huruf braille punya struktur lebih banyak dan rumit. Sebab, satu huruf tersusun atas gabungan titik yang membentuk gambar simbol. Karena itu, satu soal pun memerlukan lebih banyak halaman. Misalnya, 50 soal bahasa Indonesia yang perlu 50 lembar kertas.
Untuk itu, ada tambahan waktu ujian hingga 20 menit untuk siswa SLB. ”Penambahan waktu ini sangat kami manfaatkan. Khususnya pada siswa yang masih lambat membaca,” tuturnya.
Seragamkan Manajemen dan Kualitas Sekolah
Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Selasa (2/5) pemprov mengadakan upacara di halaman Gedung Negara Grahadi. Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan bakal berfokus pada pemerataan kualitas sekolah.
Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo itu menjelaskan, Jawa Timur sebenarnya sudah mendapat rapor biru dalam hal pemerataan jumlah sekolah. ”Meratanya sudah, daerah terpencil pun ada. Yang jadi masalah adalah pemerataan kualitas,” tuturnya selepas upacara.
Saat ini, sistem pengelompokan sekolah pusat dan pinggiran masih terjadi di banyak daerah. Itulah yang menjadi faktor tidak meratanya kualitas pendidikan di Jawa Timur.
Karena itu, pemprov mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 untuk menyeragamkan kualitas sekolah. Pakde Karwo menyebutkan, pengelolaan SMA/SMK di tangan pemprov bisa menghasilkan pendidikan menengah yang lebih merata. ”Agar manajemennya menjadi satu dalam manajemen standar,” ungkap Pakde Karwo.
Selain itu, pemerataan dilakukan lewat pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Pakde Karwo menuturkan, pelaksanaan UNBK bertujuan untuk mengukur dan memetakan kondisi pendidikan di Jawa Timur.
Hasil pemetaan itulah yang akan digunakan untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam peningkatan kualitas sekolah. Gubernur optimistis bahwa pelaksanaan ujian dengan menggunakan komputer bisa meminimalkan angka kecurangan sehingga hasil pemetaan yang didapatkan lebih transparan.
Pemetaan dalam rangka pemerataan pendidikan itu akan dilakukan bersama dengan dinas pendidikan (dispendik), dewan pendidikan, dan stakeholder terkait. Misalnya, dalam hal manajemen ruang dan waktu. ”Kalau ada tempat-tempat vokasional yang nganggur, bukan nganggur sepenuhnya, tapi manajemen ruang dan waktu, itu kita ajak kerja sama,” terang Pakde.
Kepala Dispendik Jawa Timur Saiful Rachman membenarkan bahwa UNBK membawa hasil positif dalam memetakan pendidikan di daerah. Dia mengklaim, angka integritas naik 100 persen dengan adanya UNBK. ”Tidak ada siswa yang curang,” ungkapnya.
Namun, Saiful tidak menampik bahwa nilai siswa cenderung turun. Jika tahun lalu siswa SMA yang nilainya di bawah standar hanya 40 persen, kini jumlahnya naik menjadi 56 persen. Sementara itu, siswa SMK dengan nilai di bawah standar mencapai 85 persen, jauh meroket jika dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 56 persen.
Meski begitu, Saiful tetap memandang positif hal tersebut. ”Artinya, nilai itu asli dan tidak ada intervensi apa-apa,” ujarnya. Dia menegaskan bahwa hasil itu bakal membuat siswa belajar lebih serius lagi. Sebab, nilai UNBK sangat berpengaruh untuk jenjang yang lebih tinggi.
Meski nilai rata-rata siswa di Jawa Timur sempat turun, Saiful tidak khawatir dengan berkurangnya angka penerimaan siswa ke perguruan tinggi atau akademi.
Dia mencontohkan penerimaan ke Akademi Kepolisian (Akpol) dan Akademi Militer (Akmil) yang mensyaratkan nilai di atas 75. Saiful tidak menampik bahwa mungkin jumlah siswa dari Jawa Timur yang diterima di akademi-akademi tersebut akan berkurang. ”Ini tidak masalah untuk kita karena kan ada ujian perbaikan,” kata Saiful. (puj/elo/deb/c6/dos/sep/JPG)
SUMBER : jawapos.com
Tidak ada komentar: