Kado Istimewa Trump untuk Israel, Sungguh Melukai Palestina




Dunia mengecam dan aksi massa terjadi di mana-mana saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel Desember lalu. Puluhan nyawa penduduk Palestina melayang, ratusan lainnya ditangkap. Gejolak itu diperkirakan bakal kembali terulang.

Pemicunya tentu saja pemerintahan Trump. Jumat (23/2) Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa mereka bakal memindahkan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei. Itu bakal menjadi kado istimewa bagi Israel yang merayakan 70 tahun berdirinya negara Yahudi tersebut pada 14 Mei.

Jadwal pemindahan itu jauh lebih cepat dari rencana semula. Tahun lalu Menlu AS Rex Tillerson menegaskan bahwa proses pemindahan butuh waktu bertahun-tahun. Paling cepat dua tahun. Tapi, kini rencana tersebut berubah.

Kantor kedutaan memang tak serta-merta langsung pindah ke tempat yang megah. Mereka akan menempati fasilitas milik AS yang memang sudah berada di Arnona, Yerusalem Barat. Yang pindah lebih dulu adalah duta besar dan sebagian kecil staf.

Meski berada di tempat sementara, itu sudah merupakan kantor kedutaan AS yang resmi. Bersamaan dengan perpindahan tersebut, cetak biru gedung kedutaan yang baru akan dibuat. Lokasi untuk gedung permanen juga mulai dicari. Diperkirakan gedung kedutaan yang baru sudah bisa dibuka pada 2019.

Langkah AS tersebut langsung disambut sukacita oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Pemimpin negara yang tengah tersandung kasus korupsi itu langsung melontarkan puja dan puji kepada sekutunya, AS.

’’Itu akan menjadikan 70 tahun kemerdekaan Israel sebagai perayaan nasional yang jauh lebih besar,’’ tegas Netanyahu seperti dilansir CNN.

Bagi penduduk Palestina, langkah yang diambil AS itu justru seakan menabur garam di atas luka. Perih. Sebab, penduduk Palestina memperingati 14 Mei sebagai Nakba yang artinya malapetaka.

Saat itu 750 ribu penduduk Palestina diusir dari rumah dan tanahnya karena pendirian negara Israel. Mereka, sampai detik ini, masih menjadi pengungsi di Jordania dan negara-negara lainnya.

’’Keputusan pemerintah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memilih peringatan Nakba warga Palestina untuk mengambil langkah (pemindahan kantor kedubes, Red) ini menunjukkan pelanggaran hukum yang mencolok,’’ tegas Sekjen Palestine Liberation Organization (PLO) Saeb Erekat.

Menurut dia, tindakan AS adalah provokasi yang mencolok. Kementerian Luar Negeri Turki menyebut langkah yang diambil AS menunjukkan bahwa negara tersebut sengaja merusak proses perdamaian.

Dylan Wiliams, wakil presiden organisasi advokasi J Street, mengungkapkan bahwa pemindahan kantor kedutaan besar itu bakal membuat kredibilitas AS sebagai mediator perdamaian Israel-Palestina rusak.

Palestina dan negara-negara Arab tak akan percaya bahwa Negeri Paman Sam itu tak berpihak. Seharusnya pemindahan tidak dilakukan sampai tercapai kesepakatan antara dua negara yang berkonflik.


sumber:jpnn.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.