Hujan Bom di Ghouta, 98 Nyawa Melayang


 DAMASKUS - Kemarin (20/2) Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) melaporkan bahwa pasukan Presiden Bashar al Assad membombardir Eastern Ghouta dari udara sejak Minggu (18/2).

Dalam waktu tak sampai 24 jam hingga kemarin, tidak kurang dari 98 nyawa melayang. Rusia, yang terlibat dalam aksi maut itu, menegaskan bahwa sasaran aksi udara tersebut hanyalah militan bersenjata alias pemberontak.

Eastern Ghouta adalah satu-satunya benteng pertahanan kubu oposisi di Syria. Sejak keterlibatan militer Rusia dalam perang sipil tersebut pada 2015, Eastern Ghouta tidak pernah sepi serangan udara.

Entah yang dilancarkan pasukan Syria maupun Rusia atau gabungan keduanya. Sebanyak 400 ribu warga sipil yang tinggal di kawasan pinggiran Provinsi Damaskus itu terus-terusan menjadi target.

”Kami hanya mereaksi provokasi bersenjata kelompok-kelompok militan Nusra (Al Nusra Front alias Jabhat al Nusra),” terang Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov tentang serangan di Eastern Ghouta, sebagaimana dilansir Associated Press, Selasa (20/2).

Al Nusra Front yang kini bernama Jabhat Fateh al Sham diyakini sebagai bagian dari Al Qaeda dan masih sangat aktif di Syria.

Namun, menurut Reuters, Jabhat Fateh al Sham hanyalah bagian kecil dari kelompok militan di Eastern Ghouta.

Di kota yang sejak 2013 dikepung pasukan pemerintah tersebut, Salafist Jaish al Islam-lah kekuatan militan terbesar.

Selain itu, masih ada beberapa kelompok militan lain. Di antaranya, Korps Al Rahman (jaringan Free Syrian Army) dan Hayat Tahrir al Sham (induk Jabhat Fateh al Sham).

Maka, saat Rusia dan Assad menjadikan militan sebagai alasan serangan di Eastern Ghouta, SOHR dan kelompok nonprofit lainnya tidak terima.

”Serangan itu menewaskan 18 anak-anak hanya pada Senin (19/2).” Demikian bunyi komplain tertulis SOHR. Selain merenggut sedikitnya 98 nyawa, aksi udara di Eastern Ghouta itu juga mengakibatkan 325 orang terluka.

Kantor berita Syria SANA melaporkan bahwa aksi udara yang masih berlangsung hingga kemarin itu bermula dari tembakan mortir.

”Sejumlah mortir ditembakkan ke beberapa distrik di Damaskus. Serangan dari arah Ghouta itu menewaskan seorang bocah dan melukai delapan warga sipil.” Demikian bunyi keterangan resmi Damaskus yang disebarluaskan media pemerintah tersebut.

Dari Moskow, pemerintahan Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa militer Rusia tidak akan segan-segan menjadikan Eastern Ghouta sebagai Aleppo kedua.

”Koalisi kami bisa saja menggunakan strategi yang sama dengan yang kami terapkan di Aleppo untuk membebaskan Eastern Ghouta,” tegas Lavrov.

Pada 2016, Rusia dan Iran mendukung aksi militer Damaskus atas Aleppo. Setelah selama berbulan-bulan terlibat pertempuran sengit dengan oposisi di kota terbesar kedua Syria tersebut, koalisi Damaskus menang. Mereka sukses merebut kembali Aleppo dari tangan oposisi. 


sumber:jpnn.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.