2 Suplemen Mengandung Babi, tak Cukup Hanya Ditarik


 JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan hasil temuannya mengenai dua suplemen mengandung DNA babi, Rabu (31/1).

Hal itu berdasarkan hasil pengujian sampel uji rujuk suplemen dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangkaraya.

Menyikapi hal itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan tidak cukup hanya menarik barang yang sudah beredar.

”Sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101,” tutur Penny Lukito, Kepala BPOM.

Dia menjelaskan bahwa sebelum menyatakan bahwa dua suplemen makanan itu mengandung DNA babi, pihak BBPOM mengambil sampel produk yang sudah beredar di pasaran atau post market vigilance. Selanjutnya sampel tersebut diuji di laboratorium.

Pengujian yang dilakukan memang untuk melihat adanya kandungan babi. Berdasarkan uji parameter DNA babi, ditemukan bahwa produk tersebut terbukti positif mengandung DNA babi.

Melihat hal itu, BPOM telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan distribusi produk dengan nomor bets tersebut.

Penny telah menerima laporan bahwa PT Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE POM SD.051523771 dan nomor bets BN C6K994H dari pasaran. Begitu juga dengan PT Mediafarma Laboratories.

”Sebagai langkah antisipasi dan perlindungan konsumen, Badan POM RI menginstruksikan Balai Besar atau Balai POM di seluruh Indonesia untuk terus memantau,” ucapnya.

Selain itu jika menemukan produk yang tidak mematuhi ketentuan, termasuk positif DNA babi, maka harus ditarik. Apalagi yang tidak mencantumkan peringatan jika mengandung DNA babi.

”Badan POM RI secara rutin melakukan pengawasan terhadap keamanan, khasiat atau manfaat, dan mutu produk,” beber Penny.

Sementara itu Tulus Abadi, Ketua YLKI, menuturkan jika produsen suplemen tersebut salah. Alasannya tidak mencantumkan informasi mengandung babi pada label.

”Ini melanggar UU perlindungan konsumen karena tidak ada informasi pada label,” ucapnya.

Menurut Tulus, sanksi bagi produsen suplemen mengandung DNA babi dan tidak mencantumkan informasi, tidak cukup hanya menarik produknya. Menurutnya harus ada proses hukum lain, baik perdata dan atau pidana.

”Kalau ada informasinya konsumen bisa memilih untuk pakai atau tidak. Tapi ini repot terkait penjualannya. Idealnya untuk konsumen Indonesia yang mayoritas muslim seharusnya tidak ada unsur halal pada obat,” katanya.

Sementara itu, Menkes Nila F Moeloek tidak banyak berkomentar atas temuan BPOM tersebut.

sumber:jpnn.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.