Kuliner Seranga Akan Populer Di Indonesia?
Chef yang terkenal dengan makanan sehatnya, Edwin Lau, mengatakan, tren
makanan di 2015 adalah makanan yang serba praktis. Makanan ini nantinya
akan menjadi semakin kecil, compact, dan cepat.
Dikatakannya, Hong Kong sudah memulai tren ini dengan membuat mi instan yang dibuat dengan kuah dan topping yang beragam. "Itu salah satu yang ada di Hong Kong dan akan masuk ke Indonesia. Minya kering, ada tebal, ada yang keriting, nanti pilih kuahnya, ada chicken stock, beef stock, lalu pilih toppingnya, dibuat seperti ramen dan harganya murah," jelas Edwin.
"Ini cocok buat anak kosan," kata Edwin sambil berseloroh.
Tak cuma makanan yang serba praktis, kuliner yang terbilang ekstrem namun sehat juga akan mulai populer. Dikatakannya dalam waktu dekat ini aneka panganan berbahan dasar serangga akan menjadi tren di Indonesia.
"Nanti yang akan masuk adalah produk serangga. Di dunia, para peneliti sudah merumuskan satu sistem bagaimana nantinya serangga bisa menjadi produk makanan untuk manusia. Di Amerika Latin sudah mulai," kata Edwin pada CNN Indonesia, saat ditemui di Sentral Senayan, Jakarta, Rabu (7/1).
Saat ini, Edwin, mengatakan, sudah banyak restoran-restoran luar negeri yang menggunakan serangga-serangga eksotis sebagai topping pada makanannya. "Ada semut yang rasanya spicy kayak lada hitam, itu dipakai sebagai topping makanan," ujarnya.
Selain itu, serangga-serangga ini ada juga yang dijadikan bubuk. Misalnya bubuk jangkrik. Bubuk jangkrik ini dibuat dengan cara mengeluarkan isi perut jangkrik kemudian dikeringkan. Jangkrik kering ini lalu digiling sampai halus seperti tepung.
"Tepung inilah yang masuk ke dalam burger, dalam smoothies, kue, roti," ujarnya. "Nantinya, akan masuk ke susu dan beberapa jenis minuman untuk pengental."
Nilai gizi serangga
Jika dilihat lebih dalam, konsumsi serangga di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Di beberapa daerah, ada yang mengolah ulat goreng, jangkrik goreng, belalang goreng, atau laron yang diolah menjadi peyek.
Awalnya, konsumsi serangga oleh masyarakat sekitar ini dilakukan untuk mengatasi masalah epidemi serangga yang mengganggu tanaman petani. Meski demikian, ada juga kekhawatiran bahwa konsumsi serangga yang berlebihan ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.
Namun, di lain pihak, kata Edwin, beternak serangga tergolong mudah dan siklus hidupnya pun cepat. "Namun yang pasti serangganya tidak boleh terkena pestisida," ujarnya.
Bagi yang pernah mencoba, serangga memang memiliki rasa yang gurih dan renyah. Tak cuma rasa yang enak, serangga ternyata juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan rendah kolesterol. "Serangga memiliki nilai protein yang tinggi," kata Edwin.
Dikutip dari situs Perhimpunan Entomologi Indonesia, belalang segar mempunyai kandungan protein 26,8 persen, kandungan protein jangkrik 13,7 persen dan rayap 20,4 persen. Jumlah protein ini bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging sapi, ayam dan udang.
Dikatakannya, Hong Kong sudah memulai tren ini dengan membuat mi instan yang dibuat dengan kuah dan topping yang beragam. "Itu salah satu yang ada di Hong Kong dan akan masuk ke Indonesia. Minya kering, ada tebal, ada yang keriting, nanti pilih kuahnya, ada chicken stock, beef stock, lalu pilih toppingnya, dibuat seperti ramen dan harganya murah," jelas Edwin.
"Ini cocok buat anak kosan," kata Edwin sambil berseloroh.
Tak cuma makanan yang serba praktis, kuliner yang terbilang ekstrem namun sehat juga akan mulai populer. Dikatakannya dalam waktu dekat ini aneka panganan berbahan dasar serangga akan menjadi tren di Indonesia.
"Nanti yang akan masuk adalah produk serangga. Di dunia, para peneliti sudah merumuskan satu sistem bagaimana nantinya serangga bisa menjadi produk makanan untuk manusia. Di Amerika Latin sudah mulai," kata Edwin pada CNN Indonesia, saat ditemui di Sentral Senayan, Jakarta, Rabu (7/1).
Saat ini, Edwin, mengatakan, sudah banyak restoran-restoran luar negeri yang menggunakan serangga-serangga eksotis sebagai topping pada makanannya. "Ada semut yang rasanya spicy kayak lada hitam, itu dipakai sebagai topping makanan," ujarnya.
Selain itu, serangga-serangga ini ada juga yang dijadikan bubuk. Misalnya bubuk jangkrik. Bubuk jangkrik ini dibuat dengan cara mengeluarkan isi perut jangkrik kemudian dikeringkan. Jangkrik kering ini lalu digiling sampai halus seperti tepung.
"Tepung inilah yang masuk ke dalam burger, dalam smoothies, kue, roti," ujarnya. "Nantinya, akan masuk ke susu dan beberapa jenis minuman untuk pengental."
Nilai gizi serangga
Jika dilihat lebih dalam, konsumsi serangga di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Di beberapa daerah, ada yang mengolah ulat goreng, jangkrik goreng, belalang goreng, atau laron yang diolah menjadi peyek.
Awalnya, konsumsi serangga oleh masyarakat sekitar ini dilakukan untuk mengatasi masalah epidemi serangga yang mengganggu tanaman petani. Meski demikian, ada juga kekhawatiran bahwa konsumsi serangga yang berlebihan ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.
Namun, di lain pihak, kata Edwin, beternak serangga tergolong mudah dan siklus hidupnya pun cepat. "Namun yang pasti serangganya tidak boleh terkena pestisida," ujarnya.
Bagi yang pernah mencoba, serangga memang memiliki rasa yang gurih dan renyah. Tak cuma rasa yang enak, serangga ternyata juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan rendah kolesterol. "Serangga memiliki nilai protein yang tinggi," kata Edwin.
Dikutip dari situs Perhimpunan Entomologi Indonesia, belalang segar mempunyai kandungan protein 26,8 persen, kandungan protein jangkrik 13,7 persen dan rayap 20,4 persen. Jumlah protein ini bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging sapi, ayam dan udang.
Tidak ada komentar: